How would like to contact us?
Pembangunan Infrastruktur Pasca Covid-19

Pembangunan Infrastruktur Pasca Covid-19

JAKARTA, KOMPAS.com – Pembangunan Infrastruktur Pasca Covid-19, memaksa Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berdampak pada perubahan aktivitas transportasi, bekerja, belajar, dan beribadah.

Menurut Sekjen Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono, kondisi saat ini merupakan unprecedented event. Publik dibatasi mobilitasnya, diminta stay at home atau dengan kata lain tidak menggunakan infrastruktur publik. Dampaknya, penggunaan infrastruktur menurun sangat tajam.

Di jalan tol, trafik tol anjlok di kisaran 40 persen hingga 60 persen. Tentu saja, penurunan trafik ini menggerus pendapatan dan kemampuan arus kas operator infrastruktur untuk memenuhi berbagai kewajibannya. “Berbeda kondisinya dengan krisis moneter tahun 1998 atau krisis finansial global tahun 2008, di mana trafik tol di Indonesia justru tumbuh 6 persen,” kata Krist menajwab Kompas.com, Selasa (12/5/2020).

Hal ini sejalan dengan paradigma dan hasil riset yang menyebutkan bahwa infrastruktur termasuk jalan tol adalah resilient business, tahan banting terhadap krisis apa pun. Mengapa demikian, Krist menganalisa, bahwa ini terjadi karena infrastruktur dipersepsikan sebagai public good.

Publik masih tetap akan membutuhkan dan memanfaatkan infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial, apapun situasi dan kondisinya. Namun ternyata, Pandemi Covid-19 memutarbalikkan paradigma dan riset tersebut.

Menjadi berbeda solusi penanganannya karena pengadaan dan model bisnis infrastruktur di Indonesia sangat unik.

Pertama, pengadaan infrastruktur, yang seyogianya menjadi tanggung jawab pemerintah, karena argumentasi keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dilakukan dengan mengundang badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta melalui model Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Model bisnis ini memiliki batas waktu, selama 25 tahun, 30 tahun, sampai maksimal 50 tahun periode konsesi. Krist menilai, model bisnis ini belumlah menunjukkan prestasi yang sangat memuaskan. Saat ini baru memasuki tahapan establishment menuju model bisnis yang “mature”. Para investor swasta masih mengalami kelembaman kolaboratif (colaborative inertia) akibat berbagai anteseden proyek yang belum tuntas, model bisnis yang belum terbukti, serta isu keseimbangan kapasitas kolaboratif baik di sisi pemerintah maupun swasta nasionalnya.

Apapun disturbsi bisnis pada rentang waktu tersebut, pasti akan disikapi secara kuat oleh para investor proyek infrastruktur untuk menciptakan tingkat pengembalian investasi yang seperti dalam perjanjian pengusahaan infrastruktur tersebut. “Ini yang saat ini dituntut oleh para operator infrastruktur, berupa stimulus ekonomi maupun insentif baik fisikal maupun moneter dari Pemerintah,” tegas Krist.

Kedua, proyek infrastuktur adalah political instrument pemerintah. Pada situasi normal, proyek infrastruktur adalah solusi membangun daya saing Nasional dan pertumbuhan ekonomi.

Saat Pandemi Covid-19, proyek infrastruktur juga dapat dijadikan sebagai saluran mengelontorkan dana segar ke publik.

Dengan narasi menyediakan lapangan pekerjaan untuk menekan isu sosial turunannya, dan menggulirkan roda perekonomian atau menaikkan potensi unsur konsumsi yang berkontribusi hampir 59 persen gross domestic product (GDP) Nasional, proyek infrastruktur masih tetap akan dijalankan pemerintah. “Setidak-tidaknya proyek-proyek infrastruktur milik Pemerintah dan BUMN, akan terus didorong untuk dibangun dan diselesaikan proses konstruksinya,” ucap Krist.

Dia menjelaskan, dengan demikian, pasca Pandemi Covid-19, perubahan fundamental yang terjadi di bisnis infrastruktur Indonesia adalah dalam hal keberlanjutan dari model bisnis penyediaan infrastruktur dan tuntutan perubahan sistem operasional yang lebih efisien.

Dari perspektif model bisnis, upaya melibatkan partisipasi swasta akan menjadi lebih menantang. Appetite, mitigasi risiko, maupun tingkat pengembalian investasi para investor, terutama swasta, akan menjadi isu pasca Covid-19.

Di sisi sistem operasi, para operator akan menginduksi sistem operasi yang lebih efisien. Tuntutan penerapan sistem freeflow di layanan transaksi tol, integrated traffic management berbasis survilience system, dan proses digitaliasi asset management platform, akan semakin kuat dan mendesak.

Demikian juga dalam hal kreativitas mencari sumber pendanaan murah.

Upaya diversifikasi instrumen pendanaan proyek, akan semakin beragam dan meluas di masa depan paska Pandemi Covid-19 ini berakhir. “Saat ini adalah masa pembuktian, apakah betul Pemerintah konsisten berusaha menjaga keberlangsungan investasi infrastruktur (termasuk model bisnisnya) di Indonesia,” ujar Krist.

Kalau terbukti, pengadaan infrastruktur publik akan terus berjalan. Industri infrastruktur akan terus menjadi target investasi para investor pada masa mendatang. “Kita tunggu langkah nyata Pemerintah dalam merumuskan stimulus ekonomi dan berbagai insentif bagi Industri Infrastruktur nasional,” tuntas dia.

Sumber : https://properti.kompas.com/read/2020/05/13/111336221/menyoal-pembangunan-infrastruktur-pasca-covid-19?page=all

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *